Kemarin, tanggal 15 Pebruari tepat 4 tahun sudah saya menjalani hubungan dengan perempuan yang bernama Innas Rizky Afria. Tak terasa sudah cukup lama juga waktu berjalan sampai detik ini. Padahal seolah baru tahun kemarin saya berkenalan dengannya.
Rasanya berbagai situasi sudah kami lewati. Mulai dari pacaran layaknya para ABG yang baru dirundung cinta, yang selalu mengumbar kemesraan, meskipun hanya sebatas kita berdua saja yang tau. Pacaran jarak jauh, atau bahasa gaulnya "LDR" juga sering kita lalui sejak dulu. Maklum, kita pacaran saat saya sudah hampir lulus. Jadi dia sering saya tinggal-tinggal. Terlebih saat saya lulus dan bekerja merantau ke manapun. Tapi itu masih mending, sebab biasanya tetap saya sempatkan seminggu sekali atau dua minggu sekali saya kunjungi sekedar melepas rindu. Semenjak dia lulus, LDR kami makin jauh. Kalau sebelumnya masih bisa bertemu walaupun cuma seminggu atau dua minggu sekali, kini bisa bertemu sebulan sekali saja sudah bagus.
Canda, tawa, kemesraaan, bahkan pertengkaran sering kami alami. Terlebih saat jauh. Hal kecil pun bisa jadi penyebab pertengkaran yang lumayan heboh. Terkadang sulitnya mempertemukan waktu yang pas untuk sekedar "say hello" bisa berujung uring-uringan. Maklum, kami berdua sibuk dengan pekerjaan. terkadang dia senggang, saya yang sibuk atau lelah. Begitu juga sebaliknya, saya senggang, dia yang sibuk atau kelelahan. Parahnya lagi, kalau dia sedang datang bulan. Adaaaa aja yang jadi masalah.
Banyak yang bilang umumnya pacaran hanya bertahan sampai 3 tahun. Ternyata kami bisa melewatinya. Ada juga yang bilang paling mentok sampai 4 tahun dan habis itu bubar tanpa kejelasan. Alasannya mungkin karena bosan terlalu lama pacaran. Tapi bagi kami, menurut saya, semua bisa dilewati. Semiua omongan orang itu terbantahkan.
Namun ada yang berbeda di tahun ke empat ini. Kami mencoba merekonstruksi makna "pacaran". Ya, kami coba rekonstruksi cinta ini menjadi hal yang lebih positif dan lebih membangun kedewasaan. Konsekuensinya, secara pengertian umum anak muda, mungkin ini sudah bukan disebut pacaran lagi. Tapi bagi kami tidak. Kami hanya mencoba meng-upgrade soal cinta atau pacaran ini ke tingkat yang lebih tinggi. Secara harfiah, status "pacaran" memang kami lepas. Namun secara hakikat, masing-masing kami tetap menjaga cinta di hati, saling mendukung dan mendoakan. Kami serahkan persoalan ini pada Yang Maha Mencinta dan Maha Merajai Hati. Dia yang mempertemukan kami, biarlah Dia juga yang akan menyatukan kami di akhir perjalanan ini.
Kami mencoba untuk menahan diri untuk tidak mengumbar kemesraan, atau gaya-gaya pacaran anak alay. Kami fokuskan untuk membenahi diri dan mempersiapkan diri masing-masing untuk tujuan hubungan yang lebih serius. Kalau sebelumnya kita bela-belain untuk bertemu hanya sekedar melepas rindu, kini kami tuangkan rindu itu dalam sajadah, dalam lantunan doa kala solat atau dikala perasaan rindu itu menghinggapi hati dan fikiran. Biarkan Allah yang memelihara cinta ini agar tetap bersih. Biarkan Allah yang menyampaikan rasa rindu ini lewat caraNya.
Langkah ini bukanlah langkah putus asa, apalagi kebosanan hubungan. Hanya mencoba mencari bentuk yang lebih berkualitas lagi dari cinta ini. Selain itu, langkah ini justru untuk tetap menjaga ritme rasa cinta dan rindu di hati. Langkah ini juga merupakan kilas balik perjalanan cinta. Agar kelak ketika kami dipertemukan dalam hubungan yang sah, melalui pernikahan yang insya Allah tidak lama lagi, kami berharap akan bisa kembali merasakan bagaimana awal mula jatuh cinta dan berpacaran. Pada akhirnya hubungan ini tidak akan monoton, apalagi mengalami jalan buntu dan kebosanan. Dijamin tidak akan!
Rekonstruksi cinta ini juga bertujuan untuk melatih dan menguji komitmen masing-masing. Dengan adanya "pembatas", kita diuji untuk seberapa kuat dan seberapa besar kita mampu mempertahankan perasaan cinta yang sudah bersemi di dalam hati. Cuma kekuatan keyakinan dan percaya yang bisa mempertahankan hubungan ini. Tentunya harus dilandasi dengan doa.
Semoga rekonstruksi makna cinta dan pacaran ini membuahkan hasil seperti yang diinginkan. Insya Allah.
=Purbalingga, 16 Februari 2015=
Wibiono
Afria