Halaman

Rabu, 25 November 2015

Tidakkah Kau Pikirkan??

Kemarin, entah kenapa kamu tiba-tiba cerita tentang laki-laki barumu? tidakkah kau pikirkan perasaanku yg masih sakit dan hancur? Belum bisa aku bangkit dari keterpurukan akibat ulahmu, tapi kau malah bercerita soal seseorang yg membuatmu nyaman. Kau bilang bahwa dia mampu membuatmu nyaman dan kau berniat untuk komitmen dengannya.

Tidakkah kau memikirkan perasaanku yg hancur berantakan akibat komitmenmu yg kau campakkan begitu saja? Sempat aku tak kuat membalas sms mu. Kalau bukan karena perasaan sayangku, aku tak akan peduli lagi dengan semua tentangmu dan segala urusanmu. Aku coba kuatkan. Barulah aku beranikan diri membalas sms mu.

Dengan entengnya kau katakan "aku pun sudah bisa move on dan mencoba membuka hati untuk orang lain".  Kau pikir hati kita sama? Tidak!! Hatiku tak semudah itu. Ketika hatiku ku putuskan berlabuh padamu pun butuh pemikiran dan pemantapan yang panjang. Karena aku yakinkan bahwa pilihan ini adalah serius, yg pertama dan terakhir. Jadi sungguh sangat sangat sulit untuk ku kembalikan hatiku seperti semula.  Mungkin  waktu beberapa bulan pun ga cukup. Terbukti, telah 8 bulan berlalu, hatiku tetap seperti ini. Tetap terpuruk. Tak ada yg tau seberapa terpuruknya aku.

Minggu lalu, sempat aku pulang ke rumah. Yang membuatku tak enak adalah saat papah menanyakan hubunganku denganmu. Bahkan papah berniat menemui orang tuamu bulan Desember nanti. Saat adikku wisuda, rencananya akan sekalian mampir ke rumahmu. Papah juga sudah ribut soal penyiapan mas kawin. . Bingung harus ku jelaskan apa dan dari mana. Biar sajalah. . Takut papah kecewa karena anak tertuanya kembali tak jelas kapan nikah. Itu artinya juga, semakin lama pula papah bisa menimang cucu.

Tak kau pikirkan itu semua kah?

Aku hanya menyarankan bahwa jika kau serius dan merasa nyaman, silahkan lanjutkan. Pesanku padamu hanya jangan kau ingkari janji dan komitmenmu lagi. Jangan sekali-kali kau coba-coba lg soal perasaan. Ketika kau mengulanginya lagi dengan laki-laki barumu, itu sama saja kau melukaiku untuk yg kedua kalinya. Semoga kau bahagia dg laki-laki barumu. Aku hanya menunggu kabar baikmu.

Jumat, 13 November 2015

Seandainya Tak Sendiri

Sering ku termenung sendirian. Saat aku sibuk mengurus sendiri, mengurus dan mebereskan kamar sendiri, aku berpikir betapa kasiannya aku mengerjakan semua ini sendirian. Bahkan saat kondisi sakit seperti ini, aku lebih merasa nelangsa. Aku harus merawat diriku sendiri yg kepayahan, ditambah harus melakukan ini itu sensiri.

Sering aku menjerit kesakitan sendiri saat aku merawat sakitku. Aahh... andai ada orang yg bisa membantu merawatku, tentu tak perlu kepayahan seperti ini.  

Untuk mandi pun kesulitan, apalagi harus beraktivitas seperti mencuci, ngepel, nyapu, sampai merawat luka sendiri. Mungkin nasibku saat ini memang masih harus belajar sendiri dulu.

Seandainya ada seseorang yg bisa menemani dan merawatku...

Minggu, 01 November 2015

Surat Tertutup Untukmu

Dear you..

Tulisan ini aku persembahkan untukmu. Sebagai surat tertutup yg tak pernah aku kirimkan padamu. Semoga ada takdir yg membawamu sampai kau membaca ini.

Dulu, aku tak pernah memintamu berjanji. Tapi kau ucapkan sendiri janji, bahwa kau akan selalu ada untukku disaat senang maupun susah. Saat ku suruh kau pergi mencari yg lain yg lebih mapan dan bisa memberi kebahagiaan, kau malah berkata aku sudah lebih dari cukup memberimu bahagia. Kau pun jg katakan, bahwa akan terus mendukungku, akan terus ada disisiku dalam kondisi apapun. Bahkan kau berjanji akan terus menungguku sampai aku siap.

Di hari yg lain, kau ucapkan pula bahwa kau akan terus mencintaiku, menyayangiku. Kau pun berjanji bahwa aku orang terakhir yg akan mengisi hidupmu. Kau yg akan menjadikanku imammu. Kau memberiku angin segar, harapan dan semangat agar aku terus memperbaiki diri sampai siap menjadi imammu.

Kalau kau lupa, sajadahmu yg menjadi saksi. Al Qur'an yg masih kau pegang pun mendengar perkataanmu. Bahkan mukena yg masih kau kenakan saat itu menjadi mata dan saksi atas semua ucapanmu. Setelah itu kau cium tanganku, lalu kau ucapkan "kita berusaha bareng-bareng ya mas".

Dulu, aku yg berjanji bahwa kau adalah wanita pertama dan terakhir. Aku pernah berjanji bahwa kau yg nanti akan aku nikahi. Aku tak mau ada wanita lain selain dirimu. Karena jauh sebelum mengenalmu, aku sudah meyakinkan diriku sendiri, bahwa kelak saat aku memutuskan ada wanita yg singgah dan mengisi hatiku, maka dialah orang yg akan aku jadikan istri.

Tapi entahlah, mendadak kau campakkan semua ucapanmu sendiri. Mendadak kau berpaling arah dan membiarkanku sendiri berjalan. Hanya dengan alasan sudah tak ada lagi perasaan seperti dulu. Sampai saat ini masih tidak ku mengerti alasanmu. Sedangkal itukah penghalang yg mampu menghentikan langkahmu? Bukan seperti kamu yg aku kenal, yg keras kepala, ngeyel, dan ga peduli dg apapun yg ada di depan.

Semudah itukah kau berpaling setelah sekian lama kebersamaan kita, setelah sekian banyak kisah yg kita lalui? kata itu pula yg sering kau ucapkan. "ga mungkin aku berhenti, ga mungkin aku menyerah gitu aja setelah sekian lama dan sejauh ini denganmu, mas".

Dulu, kau katakan bahwa benih yg ku tanam dalam hatimu terus tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Sampai kau katakan, bahwa kau tak sanggup membiarkannya begitu saja.  Mau coba buka kisah dan percakapan kita dulu? Sepertinya pernah aku tulis d blog, silahkan baca kalau diperlukan. Hanya untuk menyegarkan ingatan. Bahkan sebagian pernah kamu sendiri yg menuliskannya di blog ku. Kau tuliskan sendiri janji-janjimu di blog ku. Kalau tidak percaya, sempatkanlah waktu, bukalah sendiri.

Aku tak paham dengan alasanmu pergi. Apakah aku kau anggap tak layak, karena belum cukup mapan mencukupi kehidupanmu? Belum cukup mampu memberikanmu bahagia setelah kini kau telah mengenal penghasilan dan kehidupanmu?

Kalau soal itu, aku memang tak bisa janji karena rejeki Tuhan yg mengatur. Kemampuanku hanya bertanggung jawab menafkahimu kelak dg segala kemampuanku, dg terus berikhtiar. Tidakkah kau melihat kebahagiaan dan kemapanan dari sisi lain, seperti saat kau belum mengenal penghasilan dulu? Ahh... terlalu jauh aku menghakimimu. Tentu, sebagai perempuan, biasanya kau lebih tau soal terminologi kebahagiaan.

Aku masih menyayangkan keputusanmu. Semoga dengan ini kau kembali insaf dengan ucapan-ucapanmu dulu. Semoga kau cepat kembali dan tak berlarut-larut terombang-ambing di luar sana mengikuti keinginanmu yg ingin bebas menikmati kehidupan dan dunia barumu. Karena aku masih paham bahwa sebenarnya kau masih rapuh. Tak cukup mampu kau menutupi kerapuhanmu yg mencoba berperang dg hatimu sendiri. Berdamailah dengan jiwa terdalammu, berdamailah dg hati sanubarimu. Karena ia yg paling paham dengan kebutuhan dan maumu yg sebenarnya, tapi kau coba tentang sendiri mati-matian.

Aku tunggu kabar baikmu di sini.

~wibiono~