Halaman

Minggu, 18 Desember 2016

Manusia, Si Pembuat "Masalah;



Semakin Maju, Semakin Kompleks Masalah Kita

Kita dilahirkan ke dunia ini membawa nasibnya sendiri, dan kita menentukan nasib diri kita sendiri. Baik buruknya kita tergantung pada pilihan pribadi, meskipun kita lahir ditengah marsyarakat atau orang-orang yg heterogen.

Seberapa pun besarnya lingkungan mempengaruhi kita, pada taraf tertentu, dg perkembangan pemikiran kita, tentu dapat menimbang dan memilah mana yg terbaik diantara sekian banyak pilihan hidup. Karena itulah, Allah tidak menghukum manusia atas apa yg dipilihnya sebelum manusia itu sampai pada taraf pemahaman yg cukup dewasa. Allah membebani hukum sesuai taraf pengetahuan kita.

Untunglah, Allah, Tuhan semesta ini maha pemaaf dan maha mengetahui sehingga beban masalah, beban hukum diberikan sesuai kapasitasnya. Itulah bedanya dg hukum yg dibuat manusia. Hukum manusia berlaku menyeluruh sejak diberlakukannya peraturan meskipun orang tersebut belum mengetahui peraturannya.

Manusia lahir, tumbuh dewasa dengan pengalaman-pengalaman yg menyertainya. Manusia itu diberi bakat untuk terus berkembang. Karena itulah manusia mendapat tugas sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi ini. Naluri manusia adalah ingin menguasai, serba ingin mengetahui, dan berambisi. Manusia adalah mahluk peradaban.

Dulu sekali, manusia turun ke dunia ini dg ala kadarnya. Semua serba simpel, sederhana, ga njlimet. Manusia tidak perlu repot memikirkan tata masyarakat, tak perlu pusing membuat aturan-aturan, tak perlu capek membuat segala sesuatu untuk kebutuhan. Sederhananya, manusia hidup seadanya.

Dengan tabiat manusia yg cenderung berambisi dan tak pernah puas dg yg ada, maka manusia terus berkembang menciptakan "masalah-masalahnya" sendiri. Makin berkembang peradaban mahluk bernama manusia, maka secara bersamaan makin kompleks juga masalah yg dihadapi. ....

Senin, 05 September 2016

Generasi Jadoel


SEKEDAR KITA-KITA TAU*
*Yang lahir angkatan
60 - 70 - 80
Sekedar anda tau.
Kita yg lahir di tahun 60-70-80an, adalah generasi yg layak disebut generasi paling beruntung.
Karena kitalah generasi yg mengalami loncatan teknologi yg begitu mengejutkan di abad ini, dg kondisi usia prima.

Kitalah generasi terakhir yg pernah menikmati riuhnya suara mesin ketik.
Sekaligus saat ini jari kita masih lincah menikmati keyboard dari laptop kita.
πŸ“ƒπŸ“„πŸ“πŸ’»πŸ’»
Kitalah generasi terakhir yg merekam lagu dari radio dg tape recorder kita.
Sekaligus kita juga menikmati mudahnya men download lagu dari gadget. πŸ”ŠπŸ“»πŸ“ΌπŸ“±
Kitalah generasi dg masa kecil bertubuh lebih sehat dari anak masa kini karena lompat tali, loncat tinggi, petak umpet, galasin adalah permainan yg tiap hari akrab dg kita.
Sekaligus saat ini mata dan jari kita tetap lincah memainkan berbagai game di gadget .
πŸƒπŸŽˆπŸŠπŸ’ƒπŸ“±πŸ’»

Masa remaja.
Kitalah generasi terakhir yg pernah mempunyai kelompok /geng yg tanpa janji, tanpa telpon/sms tapi selalu bisa kumpul bersama menikmati malam minggu sampai pagi.
Karena kita adalah generasi yg berjanji cukup dg hati.
Kalau dulu kita harus bertemu untuk terbahak bersama.
Kini kitapun tetap bisa ber ''wkwkwkwk
πŸ˜„πŸ˜ƒπŸ˜€πŸ˜πŸ˜›πŸ˜œπŸ˜‚''
Di grup Facebook/whatsApp/line.

Kitalah generasi terakhir yg pernah menikmati lancarnya jalan raya tanpa macet dimana-mana.
Juga bersepeda motor menikmati segarnya angin jalan raya tanpa helm di kepala kita. πŸš΄ 🚡
Kitalah generasi terakhir yg pernah menikmati jalan kaki berkilo meter tanpa perlu berpikir ada penculik yg membayangi kita.

Kitalah generasi terakhir yg pernah merasakan nikmatnya nonton tv dg senang hati tanpa diganggu remote untuk pindah chanel sana sini .

Kita adalah Generasi yang selalu berdebar debar menunggu hasil cuci cetak foto, seperti apa hasil jepretan kita.
Selalu menghargai dan berhati2 dalam mengambil foto dan tidak menghambur hamburkan jepretan dan dan mendelete nya jika ada hasil muka yang jelek.
Saat itu hasil dengan muka jelek kita menerimanya dengan rasa ihklas.
Ihklas dan tetap ihklas apapun tampang kita di dalam foto.
Tanpa ada editan Camera 360 photoshop atau Beauty face.
Betul2 generasi yg menerima apa adanya.

Kitalah generasi terakhir yg pernah begitu mengharapkan datangnya pak pos menyampaikan surat dari sahabat dan kekasih hati.

Kita mungkin bukan generasi terbaik. Tapu kita adalah generasi yg
LIMITED EDITION.
Kita adalah generasi yg patuh & takut kpd ortu (meskipun sembunyi2 nakal & melawan) tp kita generasi yg mau mendengar & komunikatif terhadap anak cucu.
Itulah kita.... selalu bersyukur atas nikmat yg telah kita terima
Anda generasi itu?
Bagikan ini...
Biar yg belum tau menjadi tau. Biar yg pernah tau tetap ingat kalau mereka tau dan menikmati lagi indahnya masa lalu yg tidak semua generasi tau..
*Indahnya waktu itu........*

Senin, 29 Agustus 2016

Dear My Blog!

Dear my blog!

Oke, aku akan cerita lagi nih. Ceritanya soal beberapa hari lalu. Tepatnya hari Senin, 22 Agustus 2016, aku mengantarkan adik perempuanku ke Semarang. Alhamdulillah, setelah berkali-kali daftar dan ikut tes masuk PTN dan selalu gagal,tapi di tahun keempat sejak kelulusan SMA nya, dia diterima jg di salah satu PTN di ibukota provinsi Jawa Tengah. 

Perjalanan dimulai pagi hari sekitar jam 10 naik kereta. Sampai di Semarang sekitar jam 13.30, sampai kampus sekitar jam 2 siang. Oke, inti masalahnya bukan disitu. Saat rencana ke Semarang, aku coba kontak salah satu teman. Temanku ini sebenernya sudah sangat akrab karena pertemananku sangat intens saat satu tim penelitian di Pulau Alor, NTT. Hampir 3 bulan kami bersama, bahkan tidur satu atap yg sama. Jadi cukup mengenal dekat. Setelah penelitian selesai, aku tak pernah bertemu lagi. Sudah sekitar hampir 3 tahun ga ketemu lagi. Karena itulah, saat ke Semarang aku coba kontak dia utk bisa ketemuan karena kebetulan rumahnya di Semarang. 

Singkat cerita, dia bersedia ketemuan dg waktu yg sudah disesuaikan. Sebenarnya aku kangen dengan dia. Rencananya aku yg akan datang menemui dia setelah urusan dg adikku selesai. Tak disangka dia malah bersedia yg akan datang menghampiriku. Baiklah, akhirnya aku kontak tempatnya agar dia mudah mencariku. 

Anehnya, aku ngerasa deg-degan sendiri waktu mau ketemu. Grogi, ganggung dan bingung nanti harus gimana saat ketemu. Sekitar jam 15.30 akhirnya dia datang. Deg! Makin grogi. 

Dia datang dg motor dg setelan baju terusan yg panjang. Orang menyebutnya gamis. Dengan jilbab lumayan lebar, dia tampak anggun. Sekilas aku sempat terpana, atau boleh dibilang terpesona. Pangling. Kini dia berubah jd sosok wanita yg kalem, anggun, bersahaja dan mungkin rajin mengaji dan tentu rajin menabung. Hehee....

Untuk menutupi grogi, aku berusaha rileks dan becanda untuk menyapanya. Sebenarnya aku udah tau kalau dia bakalan menolak berjabat tangan, tapi aku iseng mencoba mengajak salaman sambil becanda. Benar saja, dia menolak halus ajakan berjabat tangan. 

Shit! Aku coba kuasai diriku biar ga terlihat kaku. Karena sebenarnya ku akui kalau aku naksir dia sejak lama. Tapi dulu hanya sebatas naksir, karena dulu posisiku sudah ada orang lain yg mengisi hati. Selama hampir 3 bulan waktu itu, aku jaga jarak dengannya. Bukan karena aku ga mau dekat atau gimana, itu kulakukan justru aku sangat menghormatinya, menghargainya. Aku menyadari sikapku itu berbeda saat aku berhubungan dg teman perempuan satu tim yg lain. Kalau dg yg lain aku masih bisa bersikap biasa dan cuek. Tapi dengannya, aku berusaha jaga sikap dan menghindari kontak atau hubungan yg intens. 

Entahlah. Bahkan walaupun hampir 3 bulan kami bersama dan pernah satu tim berdua saja dengan dia, aku ga berani sengaja menyentuhnya, kalau bukan kondisi darurat. Kalaupun menyentuh, hanya sekedarnya saja. Begitupun saat berjalan bersama melewati medan sulit atau terjal yg naik turun bukit, aku tak pernah berani untuk menggandengnya. Aku lebih memilih berjalan dibelakangnya atau tepat disampingnya agar kalau terjadi apa-apa, aku bisa cepat menolongnya. Pada kondisi tertentu, justru dia sendiri yg coba meraih tanganku utk digandeng atau minta bantuan untuk bantu ditarik. Ya lagi lagi aku hanya sekedarnya saja. Bahkan, utk duduk pun aku hampir ga pernah berdekatan sekali. Selalu aku buat jarak. 
Itu semua aku lakukan karena aku menghormati dan menghargainya, dan juga untuk menjaga perasaanku sendiri. 

Mungkin waktu itu aku sudah menyadari kalau aku sudah naksir. Makanya aku sengaja menjaganya. Itulah caraku pd perempuan yg kutaksir. Kebanyakan laki-laki biasanya melancarkan berbagai aksi utk bisa berdekatan atau kontak secara langsung dan intens. Tapi sikapku berbeda. Justru sebaliknya, aku berusaha membuat jarak aman, menghindari kontak langsung dan menghormatinya. Soal boncengan motor pun, sebisa mungkin aku ga dengan dia, kecuali kondisi terpaksa. Selain karena aku bisa grogi, juga lagi2 untuk "menjaga jarak aman". 

Dulu aku sempat berpikir kalau sebenarnya dia punya pesona yg tersembunyi, yg kalau bisa dimunculkan kuncinya, bakal punya daya tarik dan karakter yg memukau. Itu pikiran sok tau ku dulu. Hehehe.. tapi sepertinya itu jadi kenyataan sekarang. Saat pertemuanku kemarin dengannya. Cukup membuatku makin terpesona. Sekarang dia udah berubah. Saat bertemu dengannya kemarin, diam-diam aku tersenyum dalam hati. Aahhh... 

Allah, tapi aku malu berhadapan dengannya dengan kondisiku yg seperti ini. Sepertinya aku terlalu kotor kalau harus berhadapan dengannya. Dia telah Kau ubah jd sosok wanita yg luar biasa. Sedikit banyak, aku tau kehidupan dan peristiwa-peristiwa yg dialaminya akhir-akhir ini telah mampu mengubahnya. Dia telah menemukan kuncinya utk menjadi sosok yg patut dikagumi. Sedangkan aku, hanya biasa-biasa saja. 
Engkau Yang Maha Tau Allah. Engkau yang mampu mengubah segala hal. Engkau yg mampu membolak-balikkan hati. 

Minggu, 10 Juli 2016

Pernahkah Demikian?


Pernahkah kamu berharap pada seseorang?  Kamu berharap kebaikannya, kehadirannya, perhatiannya, kasih sayangnya? Tapi seringkah engkau dikecewakannya, menangis karenanya, disakiti olehnya? Lalu, pantaskah kamu masih berharap padanya? Ataukah dalam kecewa, dalam tangis dan dalam sakit itu Adakah kebahagiaan yang kamu dapatkan? Apakah dengan kecewamu, dia berubah menjadi baik? Apakah dengan tangismu, dia akan hadir? Ataukah dengan perasaan sakit hatimu, dia menyayangimu?
Mungkin jawabannya TIDAK

Jadi, bukankah ini saatnya untuk kamu pergi, berpaling, menjauh? Setidaknya pergilah dari rasa kecewa itu. Berpalinglah untuk tetesan airmata itu.  Menjauhlah untuk membahagiakan hatimu. Sulitkah itu bagimu?
Jika “YA”,  Pikirkanlah betapa dia tak pernah mengharapkanmu, mempedulikanmu, memikirkanmu. Tanpa kamu sadari, kamu telah hanyut dalam harapan, impian dan angan kosongmu.  Sedikit kata darinya sudah membuat kamu merasa diperhatikan. Sedikit senyum darinya sudah membuat kamu pikir dia peduli.  Sedikit kabar darinya sudah membuat kamu terlena, tak beranjak.
Ya, semua yg sedikit itu saja sudah membuat kamu bahagia. Yang sedikit bahkan semu, sudah membuat kamu bertahan.
Untuk apa? Untuk sesuatu yang KOSONG, tak pernah dia pikirkan, bkn apa-apa untuknya, DIA TIDAK TAHU, TAK AKAN PEDULI. Dan esok, lusa, nanti ataupun detik yang akan datang kamu akan kecewa, menagis dan sakit hati lagi. Tidakkah semua itu CUKUP?

Saatnya kamu melangkah. Mendaki di terjal kehidupan dan mengalir bagai sungai. Jangan bertahan untuk harapan yg tak pernah ada. Jangan menunggu hembus angin yang lalu
Jangan sampai kamu terbangun dalam keadaan remuk. Selagi kamu bisa berdiri, selagi airmatamu belum habis, selagi hatimu belum bernana, biarlah sakitnya terasa hari ini.
Esok luka itu akan mengering. Biarlah dia menjadi bagian kenanganmu, tapi dia tak lagi menghancurkanmu. Bahkan ketika kamu pergi, dia tak akan menangisimu. Mungkin dia tak menyadarinya karena kamu bukan yang diharapkannya. Kamu bukan yang dipirkannya. Kamu bukanlah apa-apa baginya.

Jangan pernah menoleh lagi untuknya. Jika hari ini kamu sadar siapa dia, besok, tahun depan, sepuluh tahun lagi
dia akan menjadi orang yang sama yang tak pernah mempedulikanmu. Yang hanya memberimu sedikit kata, sedikit senyum. Yang akan menumpahkan air matamu, Menggoreskan rasa kecewa, dan mengguratkan luka dihatimu.

Maka PERGILAH , PERGILAH..!
Biarkan hari ini adalah akhir kecewa kamu. Biarkanlah airmata itu menetes sederasnya. Dan biarlah rasa sakit itu menghunjam dalam, tapi itu yang TERAKHIR untuknya. Itu yang TERAKHIR.

Ingat!  Tuhan tidak menciptakan satu orang didunia ini. Bukalah hatimu. Diluar sana masih banyak yang membutuhkanmu. Cukuplah dirimu untuk mereka yang siap menerima cintamu Yang lebih menghargai cintamu.

Senin, 25 April 2016

Harus Bagaimana?



Katamu jadi cowok musti rajin kerja demi masa depan, tapi begitu aku giat berkerja sampai malam minggu lembur kamu malah ngambek 3 bulan?!

Katamu jadi cowok harus pinter ngasih kejutan, tapi waktu taun baru kemaren aku diam-diam ngeledakin mercon di kamarmu kenapa kamu maki-maki aku?!

Katamu cowok itu sekali-kali harus ngasih kembang pada pacarnya, tapi kenapa kemarin kamu malah ngajak berantem waktu aku beliin kamu kembang api?!

Katamu jadi cowok itu harus bisa memberi yang lebih baik, tapi pernah waktu kamu kepedesan makan bakso, trus minta akua gelas, aku beliin akua galon kenapa kamu justru tampar-tampar akuh?! Ha!

Katamu jadi cowok itu harus perhatian, tapi kenapa tadi waktu aku merhatiin tete ibu-ibu yang lagi nyapu halaman kamu malah ngajak putus?! Doh!

Katamu jadi cowok itu harus percaya diri, tapi kenapa saat aku benar-benar percaya diri bahwa diriku ini ganteng kamu malah muntah-muntah?! Kamu hamil? Anak siapa itu?

Katamu jadi cowok juga harus mau menyayangi keluarga pacar, giliran aku menyayangi sepupumu yang seksi itu kenapa kamu ga terima?!

Katamu jadi cowok itu harus pemberani. Kurang berani apa coba?! Dari SD aku udah berani melawan guru?! Suruh berantem sama preman aku juga berani yang penting badannya lebih kecil dari aku? Tapi kenapa kamu malah menuduhku sarap?!

Aku harus gimana?

Minggu, 31 Januari 2016

Untuk Kamu yang Sempat Hadir


Untuk kamu, Yang sempat hadir.

Apa kabar? Sudah lama kita tak jumpa. Jangankan berjumpa, saling sapa pun sudah tidak. Aku maklumi itu semua. Aku menghargai kehidupanmu, dan kau? entahlah masih peduli dengan hidupku atau tidak.

Mungkin kamu akan bertanya, kenapa aku menulis ini semua? Jika kau mengira, karena aku ingin mencuri perhatianmu tentu tidak. Untuk apa. Lalu jika kau mengira, aku ingin mendramatisir keadaan itupun tidak. Sama sekali tidak.
Aku menulis semua ini hanya karena rindu. Tak pernahkah kau merasakannya juga? Aku harap kau sempat merindukanku walau hanya semalam. Setidaknya kau mengingat bagaimana aku tertawa lalu menangis. Setidaknya kau mengingat bagaimana susahnya berusaha dan mudahnya menyerah.

Cinta kita hanyalah cinta monyet. Cinta yang tumbuh dibawah atap kampus. Cinta yang terus tumbuh hanya karena memandang dari jauh. Cinta yang terus tumbuh ketika kita bertukar sapa dan senyum. Cinta yang terus tumbuh karena pipiku merona setiap kali mendengar namamu. Manis. Aku masih bisa merasakannya walaupun hanya sedikit mengingatnya.

Aku masih ingat betapa lucunya saat pertama kali aku melihatmu. Kita terlihat canggung. Lalu saling tersenyum sesudahnya. Aku masih ingat saat kau dg lugunya memujiku hingga aku hilang kesadaran sejenak karena belum pernah dipuji wanita seperti ini. Sampai aku lupa harus melanjutkan pembicaraan apa. Hilang konsentrasiku.

Aku juga masih ingat betapa indahnya hujan kala itu. Hujan yg menahanku untuk tetap berada di sebelahmu, di depan kosanmu. Serasa rinai turun tersenyum menggodaku yg malu dan grogi kala itu.
Aku juga masih ingat soal hujan. Aku terus melajukan motor dengan cepat agar kau tidak lama terkena hujan dan kedinginan. Kau hanya bisa bersembunyi sambil mengeratkan pelukan dibalik punggungku. Kau tidak tahu, seberapa banyak aku tersenyum saat itu..

Aku tidak peduli, apakah aku cinta pertamamu atau bukan. Aku menyimpan memori dalam hidupmu atau tidak. Yang aku tahu aku merasakannya. Cukup aku.
Tapi ketahuilah, kau kekasih pertamaku. Kau membuatku mengenal banyak hal untuk pertama kalinya. Kau membuat aku belajar untuk pertama kalinya.
Kau orang pertama yang membuatku merasa berharga dan merasa dihargai. Kau membuat aku merasa bahwa kau adalah seseorang yang patut diperjuangkan. Bukan orang yang selalu menunggu, menanti bahkan meminta.

Untuk kamu, yang sempat hadir.

Maaf aku sempat membuatmu muak. Dengan sikapku yang kekanak-kanakan. Yang sering mengeluh, yang sering berdrama dengan segala masalah. Kau selalu mengingatkanku. Dan lagi, aku terlambat menyadarinya. Aku tau aku salah, tapi siapa yang peduli saat itu. Yang aku tau hanya, cinta itu menyakitkan ketika kamu pergi. Itu saja. Bodoh? Iya. Sangat bodoh. Kadang aku pun hanya tertawa bila mengingatnya. Perjalanan kita amat sangat lucu ternyata.

Aku ingat, kita memulai dengan cara yang salah. Entah aku, atau kamu. Tapi aku tak ingin menyalahkan siapapun, karena untuk masalah perasaan semua orang akan merasa benar. Meskipun penuh kebohongan dan ketidakpedulian. Cukup aku saja yang tau maksud semuanya.

Perjalanan memang kadang membuat aku terbang lalu jatuh. Dan terimakasih, kamu telah menjadi perjalananku. Hidup kadang terasa manis seperti gulali yang aku beli di taman kota/alun2, tapi ada masanya terasa pahit sama seperti aku yg tidak sengaja menyesap ampas kopi. Dan kamu telah menjadi keduanya di saat yang bersamaan. Sekali lagi, terimakasih. Untuk pernah hadir lalu pergi. Dan untuk sempat memulai lalu mengakhiri.

Untuk kamu, yang sempat hadir.

Aku tadi bilang bahwa aku merindukanmu, tapi setelah aku menulis ini semua aku tak lagi merasakannya. Aku sedang tersenyum, percayalah. Aku bahagia. Tak perlu aku yang merindukanmu lagi. Tugasku sudah cukup. Tugasku kini pergi lalu menghilang. Untuk tak saling mengenal akan lebih baik, mungkin? Hahaha aku hanya bercanda. Aku tidak kekanak kanakan lagi. Aku hanya berharap aku dan kamu baik baik saja. Kita bahagia bersama, di jalan yang berbeda.
Dan harapan terakhirku adalah suatu saat aku dapat bertemu kamu, dengan senyuman. Tak ada lagi kecanggungan. Lalu berbincang. Dan aku akan mengenalkan seseorang padamu. Dan sebaliknya.
Iya, seseorang yang aku kenalkan adalah orang yang membuat aku tersenyum setelah kamu membuat aku menangis. Semoga saja nanti aku menemukannya. Dan kamu, mengenalkan seseorang yang kamu ajak tersenyum ketika aku sedang menangis.

Untuk kamu. Yang sempat hadir.
Aku merasa cukup. Dan aku mencoba pergi.

~wibiono~
31 Januari 2016
22:08 wib

Selasa, 19 Januari 2016

Jejak Masa Lalu di Mana-Mana

Sudahlah, yang berlalu biarlah berlalu. Tapi tetap saja sepertinya sulit bagiku untuk melupakan begitu saja. Masih saja menyisakan ruang luka di hatiku. Masih teringat bagaimana sulitnya aku berusaha segala macam. Mulai dari berusaha memahami, berusaha mengerti, berusaha sabar, berusaha menuruti, berusaha untuk memperbaiki masa depan, berusaha mengumpulkan rejeki untuk nikah dsb.. Boleh dibilang di sini saya mencoba mengungkit-ungkit.

Terlalu sulit melupakan. Terlalu banyak jejak yang ditinggalkan disini. Tiap sisi dan sudut kota ada jejak masa lalu. Tiap yang saya pakai, mulai dari baju, sepatu, celana, jaket, handphone, ada jejak masa lalu yang menempel di sana. Belum lagi, tiap ku susuri jalan-jalan di kota ini, ada jejak dan bayang masa lalu yang tertinggal di sana. Bahkan saat aku merebahkan tubuhku di kosan, di sana juga ada jejak masa lalu. Motor yang tiap hari ku tumpaki pun ada bekas-bekas masa lalu. Terus, harus lari kemana diriku agar terlepas dari bayang masa lalu??

Satu-persatu bekas-bekas masa lalu sudah aku singkirkan. Mulai dari foto, bahkan sampai pakaian, hp pun mulai tak ku pakai lagi. Sebab hanya sakit tiap ku mengingatnya. Sakit!! Tapi aku sadar, mungkin ga mungkin bisa semuanya aku buang. Kalaupun harus aku buang, tetap saja aku tak bisa berlari menghindar dari bayang masa lalu. Selama aku masih di kota ini, selama aku masih menaiki motor yang sama, selama masih memakai baju yg sama, selama itu pula aku tak bisa benar-benar pergi jauh dari masa lalu. Masih berkutat tak jauh dari pusaran masa lalu.

Kurang ajar!! Masa lalu ternyata bukan ada jauh di belakang, tapi terus mengikutiku.