Halaman

Sabtu, 02 April 2011

Terimakasih Sayang

Beberapa hari yang lalu pikiranku benar-benar pusing. Bukan karena sakit kepala tentunya. tapi rasanya lebih dari orang yang sedang sakit kepala. Entah kenapa tiba-tiba aku kepikiran tentang masa depan dan tanggungjawabku.

Seketika aku merasa pesimis pada hidup ini. Aku teringat dengan cerita-cerita papah ketika kecil hingga saat ini. Begitu sulitnya hidup papah selama ini. Ada kata-kata papah yang aku ingat.

"mungkin papah ga bisa ngasih warisan apa-apa. tapi papah cuma bisa ngasih warisan ilmu. selama papah masih mampu, papah akan terus berjuang supaya kamu bisa sekolah tinggi. Biar kita miskin, sekarang, tapi tidak miskin ilmu. Selama ini papah hidup susah, ga pernah seneng, tapi mungkin sukses dan bahagia papah ada di anak-anak papah nanti..."

Jika ingat semua itu, aku tak tahan untuk menangis. Tetapi setiap papah dan mamah cerita, aku tak pernah berani nangis di hadapan mereka. Paling, setelah itu aku pergi ke kamar atau pergi ke tempat yang sepi, baru di situ aku menangis. Selama ini pula aku tak pernah menceritakan soal kegundahanku ini pada siapapun itu.

Entah mengapa tiba-tiba kemarin aku teringat bebanku itu. Sejauh ini aku belum bisa memberikan sesuatu kepada orang tuaku. Sampai detik inipun aku belum lulus kuliah, dan selalu menyusahkan mereka. Ditambah lagi aku merasa takut dan pesimis menghadapi hidupku di masa depan. Kadang aku takut jika setelah lulus nanti, aku hanya menjadi pengangguran yang malah akan semakin menyusahkan.

Pada saat aku sedang pusing seperti ini, rupanya Rya menangkap kepusinganku. Dia menanyakan apa masalahnya. Awalnya aku bilang ga apa-apa, tapi dia terus mendesak. Aku pun tak kuasa untuk mengelak.

Aku ceritakan semuanya. Dia memperhatikan dan mendengarkan setiap kata yang aku ucapkan dengan wajah teduhnya. Aku tak mampu menatap wajahnya. Aku pun utarakan ketakutanku kelak kalau aku akan menyusahkannya jika hubungan ini berlanjut serius. Aku tau dia dari keluarga berada yang sangat berbeda jauh denganku. Aku pun menceritakan hal itu agar dia bisa mempertimbangkan dan bisa menerima aku yang seperti ini. Aku pun menanyakan kesiapannya untuk hidup susah bersamaku.

Ditanya begitu, dia hanya mengangguk dan bilang kalau dia menerimaku apa adanya dengan segala kekurangannya. Dan dia pun siap tidak hanya menyayangiku, tapi juga menyayangi keluargaku seperti keluarganya. Tak terasa air mata ini jatuh juga di hadapan Rya. Malu sebenarnya. Selama ini banyak orang menilaiku orang yang tegar, survive, santay dalam menghadapi masalah. Tapi kenyataannya aku juga manusia lemah yang bisa pesimis, bisa takut, bisa nangis...

Terimakasih sayang, karena kau udah mau menjadi pendengar keluh kesahku dan kau mau memahami serta menerima keadaanku..

Sayangku untukmu Putri centil ....

Pangeran tengil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar