Berat langkahku menuju sekolah hari ini. Sekolah bukan lagi tempat
yang menyenangkan bagiku, bukan lagi tempat dimana aku bisa menunjukkan
prestasiku, bukan lagi tempat yang membuatku merasa diterima.
Bagiku sekarang sekolah hanya tempat dimana aku selalu mengalami
tekanan batin. Aku lelah menghadapi cibiran, ejekan bahkan sesekali
sindiran dari teman-temanku sendiri. Aku tak mau dipandang dengan
tatapan kasihan dan penuh selidik dari para guru yang mengajarku.
Mereka melupakan segala yang kuukir selama ini di sekolah. Mereka
tak lagi melihat prestasiku yang bagus, mereka tak mengingat lagi aku
bisa menjadi teman yang baik, hanya karena satu kali kehadiran ayahku
di sekolah.
Ayahku seorang pria setengah baya yang baik hati dan sangat
menyayangiku, satu-satunya kekurangan ayahku hanyalah ia mengalami
keterbelakangan mental, bisu dan tuli. Entah apa yang salah tentang
itu, karena aku selalu merasa ayahku adalah ayah paling sempurna di
dunia.
Aku tak bisa memilih ayah, tapi kalaupun Tuhan memberiku kesempatan
untuk memilih, aku tetap memilih ayahku yang sekarang. Ayah paling
penyayang, penuh perhatian dan dia punya hati seluas lautan.
Ayahku memang tak sempurna, tapi dialah lelaki sempurna dalam
hidupku. Ia membesarkanku penuh kasih sayang, mengenalkan bahwa cinta
tak cuma bisa disampaikan dengan lisan maupun tulisan, tapi cinta bisa
disampaikan melalui hati dan dirasakan oleh hati.
Tahukah kalian, temanku? Bagiku dialah ayah paling sempurna. Dia
seorang pekerja keras yang mencukupkan kebutuhanku dengan rezeki yang
halal karena setiap malam ayah berdagang makanan hingga pagi hampir
menjelang. Dialah orang yang mengenalkanku arti kejujuran yang
sesungguhnya tanpa kata-kata, hanya dengan caranya hidup selama ini.
Ayahku selalu berusaha melindungiku, ia menjagaku meski ibu tak lagi
ada bersama kami. Ayah selalu berusaha menyenangkan hatiku, ia
merelakan berpakaian kumal dan lusuh yang penting hari itu aku bisa
tetap sekolah.
Sungguh aku hanya ingin membalas kebaikan ayah padaku. Itu sebabnya
aku berusaha keras agar berprestasi, itu sebabnya aku belajar dengan
baik dan itu sebabnya pula aku ingin menjadi teman yang baik. Aku ingin
kalian mengenalku sebagai sosok sempurna, agar menghargai
ketidaksempurnaan ayahku.
Bagiku, aku tak perlu Ayah yang pintar kalau yang ia pilih justru
mengajar anak orang lain sementara ia tak acuh pada pendidikanku. Aku
tak perlu ayah yang berjalan tegap dan gagah, kalau ia tak bisa
melindungi dari anak-anak nakal yang menggodaku. Aku juga tak perlu
Ayah yang bisa mendengar, kalau untuk mendengar pendapatku saja ia tak
mau. Aku juga tak mau punya Ayah yang bisa berbicara, kalau yang keluar
dari mulutnya hanya omelan dan sumpah serapah mencari kekuranganku.Aku
hanya ingin Ayahku saat ini, ayah yang tak pandai tapi berusaha
menemaniku belajar, Ayah yang tak bisa berjalan tegap dan gagah tapi
berani menghadapi orang-orang jahat. Aku sayang ayahku yang walaupun
tak mendengar tapi selalu “mendengar” isi hatiku, Aku mengasihi Ayahku
seperti ia selalu berusaha “berbicara” penuh kasih dalam bahasa
isyaratnya. Dan yang paling penting ayah selalu ada untukku.
Dan tahukah kalian apa yang ia katakan hari ini ketika aku mengeluh
padanya tentang kalian? Dengan bahasa Isyarat yang kupahami ia berkata :
“Ayah terlahir cacat dan tak sempurna, Ayah ga bisa bicara ataupun
mendengarmu. Ayah minta maaf kalau itu menyakitimu, tetapi ayah ingin
kamu tahu putriku sayang… Ayah selalu mencintaimu setulus hati.
The Video : Deaf Dumb Dad
Catatan Penulis :
Sebuah video kiriman teman dari Philippina membuat airmataku jatuh
beberapa hari yang lalu, meskipun tanpa suara krn putra-putriku sedang
tidur. Tetapi ada seribu makna dan hikmah bisa ditarik dari video 3
menit itu yang membuat aku menyajikannya dalam bentuk tulisan dan
mengubahnya sedikit.
Tak ada Ayah yang sempurna meskipun mereka tak dilahirkan cacat,
tetapi semua anak beruntung yang mendapat kasih sayang Ayah seutuhnya
pasti merasakan kesempurnaan Ayah.
Kudedikasikan khusus untuk Papaku tercinta, orang pertama yang
mengajariku cara bercerita dan yang selalu menghargai semua
karya-karyaku. You raise me up when people kick me down. Thank you,
Papa. Love you!
N big thanks for Allison FR for the touching video n the pic u select for mine.
*tulisan ini diambil dari http://bundaiin.blogdetik.com/2011/10/17/tak-memilih-ayah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar