Halaman

Sabtu, 22 Oktober 2011

Tak Bisa Memilih Ayah *

Berat langkahku menuju sekolah hari ini. Sekolah bukan lagi tempat yang menyenangkan bagiku, bukan lagi tempat dimana aku bisa menunjukkan prestasiku, bukan lagi tempat yang membuatku merasa diterima.
Bagiku sekarang sekolah hanya tempat dimana aku selalu mengalami tekanan batin.  Aku lelah menghadapi cibiran, ejekan bahkan sesekali sindiran dari teman-temanku sendiri. Aku tak mau dipandang dengan tatapan kasihan dan penuh selidik dari para guru yang mengajarku. 

Mereka melupakan segala yang kuukir selama ini di sekolah. Mereka tak lagi melihat prestasiku yang bagus, mereka tak mengingat lagi aku bisa menjadi teman yang baik, hanya karena satu kali kehadiran ayahku di sekolah.
Ayahku seorang pria setengah baya yang baik hati dan sangat menyayangiku, satu-satunya kekurangan ayahku hanyalah ia mengalami keterbelakangan mental, bisu dan tuli. Entah apa yang salah tentang itu, karena aku selalu merasa ayahku adalah ayah paling sempurna di dunia.

Aku tak bisa memilih ayah, tapi kalaupun Tuhan memberiku kesempatan untuk memilih, aku tetap memilih ayahku yang sekarang. Ayah paling penyayang, penuh perhatian dan dia punya hati seluas lautan.
Ayahku memang tak sempurna, tapi dialah lelaki sempurna dalam hidupku. Ia membesarkanku penuh kasih sayang, mengenalkan bahwa cinta tak cuma bisa disampaikan dengan lisan maupun tulisan, tapi cinta bisa disampaikan melalui hati dan dirasakan oleh hati.

Tahukah kalian, temanku? Bagiku dialah ayah paling sempurna. Dia seorang pekerja keras yang mencukupkan kebutuhanku dengan rezeki yang halal karena setiap malam ayah berdagang makanan hingga pagi hampir menjelang. Dialah orang yang mengenalkanku arti kejujuran yang sesungguhnya tanpa kata-kata, hanya dengan caranya hidup selama ini.
Ayahku selalu berusaha melindungiku, ia menjagaku meski ibu tak lagi ada bersama kami. Ayah selalu berusaha menyenangkan hatiku, ia merelakan berpakaian kumal dan lusuh yang penting hari itu aku bisa tetap sekolah.

Sungguh aku hanya ingin membalas kebaikan ayah padaku. Itu sebabnya aku berusaha keras agar berprestasi, itu sebabnya aku belajar dengan baik dan itu sebabnya pula aku ingin menjadi teman yang baik. Aku ingin kalian mengenalku sebagai sosok sempurna, agar menghargai ketidaksempurnaan ayahku.

Bagiku, aku tak perlu Ayah yang pintar kalau yang ia pilih justru mengajar anak orang lain sementara ia tak acuh pada pendidikanku. Aku tak perlu ayah yang berjalan tegap dan gagah, kalau ia tak bisa melindungi dari anak-anak nakal yang menggodaku. Aku juga tak perlu Ayah yang bisa mendengar, kalau untuk mendengar pendapatku saja ia tak mau. Aku juga tak mau punya Ayah yang bisa berbicara, kalau yang keluar dari mulutnya hanya omelan dan sumpah serapah mencari kekuranganku.Aku hanya ingin Ayahku saat ini, ayah yang tak pandai tapi berusaha menemaniku belajar, Ayah yang tak bisa berjalan tegap dan gagah tapi berani menghadapi orang-orang jahat. Aku sayang ayahku yang walaupun tak mendengar tapi selalu “mendengar” isi hatiku, Aku mengasihi Ayahku seperti ia selalu berusaha “berbicara” penuh kasih dalam bahasa isyaratnya.  Dan yang paling penting ayah selalu ada untukku.

Dan tahukah kalian apa yang ia katakan hari ini ketika aku mengeluh padanya tentang kalian? Dengan bahasa Isyarat yang kupahami ia berkata :
“Ayah terlahir cacat dan tak sempurna, Ayah ga bisa bicara ataupun mendengarmu. Ayah minta maaf kalau itu menyakitimu, tetapi ayah ingin kamu tahu putriku sayang… Ayah selalu mencintaimu setulus hati.
The Video : Deaf Dumb Dad

Catatan Penulis :
Sebuah video kiriman teman dari Philippina membuat airmataku jatuh beberapa hari yang lalu, meskipun tanpa suara krn putra-putriku sedang tidur. Tetapi ada seribu makna dan hikmah bisa ditarik dari video 3 menit itu yang membuat aku menyajikannya dalam bentuk tulisan dan mengubahnya sedikit.
Tak ada Ayah yang sempurna meskipun mereka tak dilahirkan cacat, tetapi semua anak beruntung yang mendapat kasih sayang Ayah seutuhnya pasti merasakan kesempurnaan Ayah.
Kudedikasikan khusus untuk Papaku tercinta, orang pertama yang mengajariku cara bercerita dan yang selalu menghargai semua karya-karyaku. You raise me up when people kick me down. Thank you, Papa. Love you!
N big thanks for Allison FR for the touching video n the pic u select for mine.

*tulisan ini diambil dari http://bundaiin.blogdetik.com/2011/10/17/tak-memilih-ayah/ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar