Halaman

Kamis, 22 Maret 2012

Selamat Jalan Mamah


Begitu cepat engkau meninggalkan ku, meninggalkan kami semua. Masih banyak hal yang belum sempat dilakukan untukmu, masih banyak harapanmu yang belum sempat engkau rasakan. Mamah belum sempatkan melihatku diwisuda? Menyesal rasanya aku tak bisa wisuda pada bulan  Desember kemarin. Seandainya saja mamah bisa melihatku wisuda, mungkin akan lain keadaannya. Mamah belum sempat kan melihat budi lulus kuliah? Mamah belum sempat kan melihat Nok lulus SMA? Belum sempat kan mamah melihat Adi, Widia, Purnomo dewasa? Belum sempat kan mamah melihat anak-anaknya sukses??

Tepat tanggal 9 Maret 2012 kurang lebih jam 15.00 wib (setelah adzan ashar berkumandang) engkau hembuskan nafas terakhirmu setelah sekian lama berjuang melawan rasa sakit yang luar biasa. Entah rasa sakit yang seperti apa yang engkau rasakan. Dari setiap rintihanmu, dari setiap gerak tubuhmu, menjelaskan bahwa penderitaan dan rasa sakit yang luar biasa yang sedang engkau rasakan. Sungguh kami semua tak tahan mendengar dan melihat penderitaanmu. Andaikan rasa sakit itu bisa dibagi atau ditukar, mungkin kami rela berbagi rasa sakit itu denganmu agar engkau tak tersiksa.

Hanya dalam hitungan 2 minggu engkau didera sakit yang kritis. Sebelumnya engkau terlihat segar dan sehat. Bahkan selama hidupku, aku belum pernah melihatmu jatuh sakit. Walaupun pernah hanya batuk pilek, atau demam sebentar, mencret, pusing-pusing sedikit, dan itu semua tak pernah membuatmu terlihat sakit. Orang yang selama ini tak pernah sakit, kini diberi sakit yang sangat luar biasa.

Sekitar bulan Juni mamah divonis menderita kanker payudara. Padahal sebenarnya penyakit itu sudah lama hinggap di tubuhmu, namun engkau tak pernah merasakannya. Keputusan sulit pun diambil berdasarkan pertimbangan saudara-saudara, teman, tetangga, dan sebagainya. Akhirnya operasi merupakan langkah yang diambil. 

Setelah berbelit-belit mengurus administrasi ASKES untuk operasi kanker, akhirnya baru bisa terlaksana pada tanggal 12 bulan september 2011. Operasi pun berjalan lancar dan sukses. Setelah beberapa hari dirawat di Rumah Sakit GunungJati, akhirnya diperbolehkan pulang juga. Dokter menyarankan untuk melakukan kemo terapi di Bandung sebagai upaya lanjutan untuk membunuh sel-sel kanker yang tersisa. Berhubung biaya yang tidak ada, akhirnya pengobatan pun dilanjut dengan alternatif, selain kontrol rutin pada dokter.

Setelah beberapa kali kontrol, bekas operasian dianggap tidak bermasalah. tetapi entah setelah beberapa bulan berjalan, bagian tubuh yang ada bekas operasi tidak bisa berfungsi baik. Bahkan boleh dibilang sulit untuk digerakkan. Hingga pada akhirnya mamah mengalami sakit dan sesak nafas. Menurut tabib alternatif, kemungkinan besar mamah terkena infeksi dalam pada bekas operasinya, sedangkan kankernya dinyatakan sudah bersih. 

Kian hari kondisi mamah memburuk dan semakin lemah. Makan pun mulai enggan. sampai pada akhirnya selama seminggu, mamah hanya bisa berbaring di kasur. untuk keperluan buang air pun harus dilayani dan dilakukan dengan alat bantu. Saat itu lah aku mulai merasakan bagaimana ketika dulu mamah merawat kami semua anak-anaknya waktu bayi. Mulai dari memandikan, nyebokin, menenangkan ketika nangis dan tak bisa tidur, menyuapi untuk makan, dan sebagainya. Kini giliran kami sebagai anaknya lah yang melayani itu semua.

Selama seminggu, mamah sulit untuk tidur, bahkan selama 4 hari mamah tidak tidur sama sekali. ini karena untuk tidur pun engkau sudah tak sanggup. Akhirnya hanya bisa tidur dalam keadaan duduk dan di dalam pangkuanku. 

Sungguh malang nasibmu mah... Aku merasakan betapa ngantuk dan lelahnya engkau, namun apa daya karena tak dapat berbaring untuk sejenak memejamkan mata. Aku menangis setiap menyaksikan kondisimu merintih sesak napas dan kesakitan. tapi saat itu engkau malah berkata "mamah ga apa2. jangan nangis ah". 

Saat engkau merintih kesakitan, engkau masih sempat mengingat keadaan anak-anakmu. Engkau masih sempat menanyakan keadaan purnomo, widia, nok, Adi saat engkau sedang merasakan kesakitan. Aku ingat disela-sela rintihanmu menahan sakit engkau berkata 

"purnomo udah pulang belum? udah makan belum?
"nanti purnomo makan pake apa Wib? itu makanan mamah nanti buat purnomo aja ya"
"kamu udah sarapan belum? sana makan dulu nanti kamu sakit"
"udah lah Wib mijitinnya, nanti kamu cape kalo mijitin lama-lama"
"Adi udah pulang sekolah belum? ada yang jemput ga?"
"nok berangkat sekolah ga? nanti telat lho. udah jam berapa ini?" (padahal saat itu masih jam 12 malam).
"Widia mana? Berangkat sekolah ngaji ga? kalau ujan gede, mending ga usah berangkat."


Itu kata-kata mamah di sela-sela rintihan sakitnya. Sungguh engkau adalah ibu sejati yang selalu berjuang untuk anak-anakmu. Lelah dan sakit bukan kendala untuk memikirkan nasib anak-anakmu. Aku jadi berfikir, apakah selama ini, sebelum-sebelumnya, engkau pernah sakit namun tak pernah engkau rasa hanya demi anak-anakmu? Seumur hidupku, hanya beberapa kali saja melihat mamah sakit. Itu pun tak menyurutkan tenagamu untuk terus bekerja mengurus rumah dan anak-anakmu. Bahkan engkau sempat menanyakan kabar Ria apakah sudah sembuh atau belum. Sebab seminggu sebelumnya, sebelum mamah jatuh sakit seperti ini, mamah sempat ngobrol dengan Ria lewat telpon.


"Ria gimana? Udah sembuh belum? Kamu udah nengok ke sana belum Wib? Mamah ga bisa nengok", tanya Mamah saat sedang duduk-duduk sambil bengong. entah apa yang dipikirkan.


Hari Kamis, 8 Maret 2012 mamah dibawa ke Rumah Sakit Ciremai untuk mendapatkan perawatan. Kalau di rumah mamah susah untuk makan. Harapannya adalah kalau di RS, mamah akan mendapatkan asupan makan lewat infus dan mendapatkan obat anti nyeri. Pikir kami itulah yang terbaik untuk mengurangi rasa sakit mamah, sambil terus ramuan-ramuan jamu tradisional dan pengobatan alternatif dilakukan. Tapi Allah berkehendak lain. 


Mamah hanya sempat menginap semalam saja di RS. Berkali-kali mamah menyayangkan kalau harus ke rumah sakit. Mamah selalu bilang mahal biayanya, sayang-sayang, mending di rumah saja katanya. 


Malam pertama di Rumah Sakit mamah sekarat lagi. Yang nunggu di rumah sakit waktu itu aku, nok, dan papah. Kami bertiga bergantian menjadi sandaran mamah untuk tidur, sebab kalo tiduran mamah selalu kesakitan. Sekitar jam 12 malam mamah mulai sekarat merintih kesakitan lagi. Kami bingung, akhirnya aku memanggil perawat untuk memberi obat penahan nyeri dan juga oksigen untuk membantu pernafasan mamah biar ga sesak napas. Setelah itu mamah bisa tenang dan tidur. Alhamdulillah. 


Setiap mamah merintih, aku usap-usap kepala dan punggungnya. Aku bisikan agar mamah selalu istigfar dan ikhlas dalam jalani cobaan. 
"mah, Allah tuh lagi perhatian sama mamah. Mamah jangan ngeluh ya. Yang banyak istigfar, nyebut Allah."
"iya ya..." jawab mamah.

"Tau ga mah, kalo orang lagi di kasih sakit tuh tandanya dosanya lagi diapus? Minta diparingi sehat sama Gusti Allah mah, karena Gusti Allah sing kuasa". "Allah ga akan ngasih cobaan sakit ini ke mamah kalo mamah ga sanggup nerimanya. Kalo Allah ngasih cobaan ini ke mamah, berarti cuma mamah yang sanggup nerimanya, bukan wibi, bukan papah, bukan nok" ucapku sambil tak terasa meneteskan air mata.


Subuh-subuh mamah sudah bangun. Mamah juga mengingatkanku untuk solat subuh. Aku solat di samping tempat tidur mamah. 
Pagi-pagi tidak biasanya mamah minta makan. Walaupun sedikit, tapi lumayan lah. Laper katanya. Setelah makan biskuit, beberapa sendok puding, dan separo jeruk, mamah aku beri minumkan jamu yang tiap hari diminumnya. Ramuan jamunya adalah daun kumis kucing, pecah beling, dan akar alang-alang. Selain itu juga obat ramuan tradisional dan obat-obatan yang dibubuk agar mudah diminum, serta di tambah bubukan cicak bakar. Katanya itu buat obat juga. 


.................. (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar