Pertanyaan yg sampai sekarang masih ada di kepalaku soal birokrasi pemerintah adalah tidak pernahkah ada pelayanan birokrasi pemerintah yang simpel dan menyenangkan??? Hampir semua orang sepakat kalau pelayanan birokrasi kita sangatlah buruk. Sangat kontras ketika kita berkunjung ke sebuah bank, atau perusahaan swasta. Begitu kita memasuki kantor, kita akan dibukakan pintu oleh satpam atau petugas dengan senyum sambil menawarkan bantuan. Ketika kita mengungkapkan maksudnya, dia akan menjelaskan dan membimbing kita harus ke mana.
Setelah kita melewati petugas di pintu masuk, ketika kita menghadap staf atau customer service, lagi-lagi kita diberi senyum dan ditanya maksud dan keperluannya. Walaupun ada yang ribet urusannya, tetapi kita dilayani dengan sangat baik dan ramah. Bahkan tak jarang kita diberi kemudahan untuk mengatasi urusan kita. Dengan demikian, walaupun kita gagal untuk suatu urusan di bank misalnya, kita tetap tidak kecewa karena mendapatkan sambutan dan pelayanan yang menyenangkan.
Mari kita bandingkan dengan birokrasi pemerintah kita.!! Suatu hari aku terpaksa harus berurusan dengan birokrasi kampusku. Karena suatu hal aku tidak dapat membayar SPP selama 3 semester. Untuk pengajuan keringanan atau pembebasan SPP sudah ditutup. Singkat cerita, aku mencoba mendatangi pihak rektorat untuk meminta kebijaksanaan.pada tanggal 29 Juli 2011 jam 09:00 WIB. Karena aku bisa terancam DO administrasi. Awalnya aku mencoba mendatangi langsung rektor. namun sebelum bisa bertemu dengannya, aku harus berhadapan dengan stafnya. Aku di tanya maksud tujuanku. Setelah dijelaskan, sang staf rektor bukannya mempersilahkan aku untuk bertemu, tetapi malah menyuruhku membuat surat permohonan tertulis yagn ditujukan kepada rektor. Katanya, dengan surat itu rektor bisa memberikan kebijakan apa yang perlu.
Maksudku adalah agar rektor mendengar sendiri penjelasanku. Kalau urusan mengajukan surat permohonan, sebenarnya aku sudah menduga bakal bagaimana jadinya. Aku berpikir positif saja. Aku tulis surat yang isinya permohonan kebijaksanaan untuk pembebasan SPP beserta alasannya. Siang hari aku kembali menghadap staf tersebut. Aku pikir aku akan diperkenankan menyerahkan sendiri ke rektor, tapi ternyata aku harus mengagendakan dahulu di bagian tata usaha, lalu diserahkan ke staf rektor. Setelah di sana, aku malah di suruh pulang dan menunggu tindakan dan kebijakan rektor terhadap surat itu. Aku ddiminta datang lagi sore hari untuk menanyakan kelanjutan suratnya.
Sekita jam 3 sore aku kembali ke gedung rektorat. Aku menanyakan kelanjutan surat tersebut. Katanya surat sudah didisposisi dan di serahkan ke bagian tata usaha untuk kemudian ditindaklanjuti ke bagian Biro Akademik dan Administrasi Kemahasswaan. Setelah menanyakan surat di bagian TU, aku diminta menyerakan langsung ke bagian BAAK. Waktu itu sekitar jam 15:20, dan kantor tutup pada jam 4 sore. Tapi ketika aku masuk ke ruangan bagian BAAK, SEPI..!! tidak ada orang satu pun. Untung waktu itu aku bertemu salah satu pegawai, atas saran pegawai tersebut, surat itu disuruhnya diletakkan di meja.
Pada saat itu aku berpikir jika ada orang iseng mengambil surat saya dan menjadikannya bungkus kacang, maka selesai sudah urusan karena tidak ada yagn tanggungjawab. Karena waktu sudah sore hari, aku terpaksa harus kembali pada hari senin untuk menanyakan kelanjutannya.
Pada hari senin, 1 Agustus 2011 aku kembali mendatangi rektorat. Sekitar jam 09:30 pagi saya mensatroni kantor rektorat yang megah. Masih lumayan sepi. Apa mungkin karena ini hari pertama puasa, jadi pegawai masuk siang atau bahkan mungkin libur. Ah, ga mungkin libur, pikirku.! Kalau aku punya sedikit niat iseng, bisa saja aku masuk salah satu ruangan yang sepi untuk mengambil berkas-berkas penting untuk aku buang. Pasti tidak ada yang curiga dan tidak ada yang tau, pikirku. Untungnya aku orang yang cukup baik hati dan ga suka iseng (kadang dikit2 iseng).
Langkahku langsung ku ayun ke salah satu ruangan di lantai 1 rektorat, tepatnya di sebelah selatan. Aku melongok ke dalam, hmmm...sepi juga. Hanya ada satu pegawai di ruangan itu yang sedang asik ngobrol dengan tamu. Tapi entah di dalam ruangan dalam yang tertutup, di ruangan itu ada orang atau tidak. Karena di ruangan itu ternyata ada beberapa ruangan lagi yang tertutup. Mungkin itu ruangan para kepala biro, karena di pintunya tertulis demikian.
Aku langsung mendatangi satu-satunya pegawai yang ada di situ dan mengutarakan maksudku. Kemudian dia berkata
"oh mau nyari surat ya mas. coba nanti tanya ke Bu Maya. Duduk dulu aaja mas", katanya disela-sela pembicaraannya dengan tamunya itu.
Ya sudah aku duduk dengan santai sambil melihat-lihat sekeliling ruangan itu. Tak lama kemudian ada ibu-ibu dengan pakaian yang menurutku kurang pantas jika ingin berkunjung ke kantor pemerintah. Ibu-ibu itu langsung masuk ke ruang yang bertuliskan Kepala Biro Akademik dan Administrasi Kemahasiswaan. Selang beberapa saat ibu itu keluar lagi. oh ternyata di dalam ruangan itu ada orang toh. Dan akhirnya aku tau kalau itu ruangan Bu Maya. Tidak lama kemudian seorang ibu-ibu pendek dan berkerudung dan mengenakan pakaian seragam keluar dari dalam ruangan itu dengan raut muka manyun dan kesal. Setelah aku nguping pembicaraan Bu Maya dengan beberapa pegawai yang sudah datang di situ, baru aku tau kalau Bu Maya tidak suka dengan kelakuan ibu-ibu yang barusan masuk ruangannya.
"aku iki kesel lho sama ibu yagn tadi. Bukannya aku ga mau menghormati, tapi ya kalau datang pake pakean yang sopan gitu lho. udah gitu tiap semester selalu datang dengan urusan yang sama. Minta kringanan SPP. Udah saya bilang dari dulu kenapa ga mengajukan keringanan atau pembebasan waktu dibuka pendaftaran", "udah gitu datangnya ga sopan lagi".
Tak lama kemudian ada petugas yagn mencoba mencarikan surat yang saya maksud. Setelah mencari ke sana ke mari, dia tidak menemukannya. Akhirnya saya disuruh langsung masuk ruangan dan menanyakan ke Bu Maya. Dan benar saja, ternyata surat saya masih ada di mejanya. Dengan tanpa menoleh ke arahku, bu maya menanyakan maksud kedatanganku. Ia langsung menduga bahwa aku mencari surat permohonan keringanan SPP. Dengan ngomel-ngomel yang ga jelas dan tidak terdengar oleh telingaku, dia menunjuk surat di atas mejanya.
"itu mas suratnya. Surat kaya gitu ya ga saya tanggapi ya. Gada lampiran apa-apa. kalo mau mengajukan keringanan ya harus ada lampiran SKTM, KK, slip gaji orang tua. kalau kaya gitu sih apa.."
"kenapa sih ga mengajukan pembebasan SPP waktu itu, yang resmi?. males saya ngurusnya yang kaya gitu. udah tau ga mampu, tapi ko kaya gitu" (dengan wajah ditekuk dan asik memandang layar komputer).
Baru saja aku mau memberi penjelasan, ia langsung "mengusir" aku ke luar ruangan.
"udah sana ke luar. Bawa tuh suratnya ke luar".
Dengan kecewa aku pun keluar. Ketika aku pamit pun ia tidak menoleh dan memberi jawaban apa-apa padaku. Bukan soal ditolak atau diterimanya surat permohonanku, tapi apakah harus dengan sambutan yang seperti itu? Kalau saja dia bersikap ramah layaknya pegawai bank, mungkin saya tidak akan kecewa dan sakit hati seperti ini.
Kadang aku berpikir bagaimana seandainya posisi dia ada di posisiku sekarang. Aku pun teringat ucapan dia dengan pegawainya tadi "bukannya aku ga menghormati, ga nerima baik-baik, tapi kalau datang yang sopan, pake pakean yang sopan lah."
Padahal aku datang dengan memakai baju kemeja batik, celana bahan, memakai sepatu. Cukup rapih kan? dan ketika aku datang dan masuk ruangannya pun aku berusaha sesopan dan seramah mungkin. Tapi apa sambutannya? adakah penjelasan yang jelas agar aku berbuat bagaimana? dan setelah ini harus bagaiman? TIDAK ADA.!!
Itu hanyalah sekeluit gambaran pelayanan birokrasi kita yang kacau. Tak heran kalau masyarakat sungkan jika harus berurusan dengan kantor-kantor pemerintah. Menjijikan sekali. Mana reformasi birokrasi? mana revitalisasi birokrasi? mana birokrasi berbasis pelayanan?? semuanya cuma bohong. Sebesar institusi universitas saja, yang di dalamnya paling tidak berpendidikan tinggi, tempat orang-orang yang mengaku pintar, tetapi sebegitu buruknya pelayanan.
Setelah kita melewati petugas di pintu masuk, ketika kita menghadap staf atau customer service, lagi-lagi kita diberi senyum dan ditanya maksud dan keperluannya. Walaupun ada yang ribet urusannya, tetapi kita dilayani dengan sangat baik dan ramah. Bahkan tak jarang kita diberi kemudahan untuk mengatasi urusan kita. Dengan demikian, walaupun kita gagal untuk suatu urusan di bank misalnya, kita tetap tidak kecewa karena mendapatkan sambutan dan pelayanan yang menyenangkan.
Mari kita bandingkan dengan birokrasi pemerintah kita.!! Suatu hari aku terpaksa harus berurusan dengan birokrasi kampusku. Karena suatu hal aku tidak dapat membayar SPP selama 3 semester. Untuk pengajuan keringanan atau pembebasan SPP sudah ditutup. Singkat cerita, aku mencoba mendatangi pihak rektorat untuk meminta kebijaksanaan.pada tanggal 29 Juli 2011 jam 09:00 WIB. Karena aku bisa terancam DO administrasi. Awalnya aku mencoba mendatangi langsung rektor. namun sebelum bisa bertemu dengannya, aku harus berhadapan dengan stafnya. Aku di tanya maksud tujuanku. Setelah dijelaskan, sang staf rektor bukannya mempersilahkan aku untuk bertemu, tetapi malah menyuruhku membuat surat permohonan tertulis yagn ditujukan kepada rektor. Katanya, dengan surat itu rektor bisa memberikan kebijakan apa yang perlu.
Maksudku adalah agar rektor mendengar sendiri penjelasanku. Kalau urusan mengajukan surat permohonan, sebenarnya aku sudah menduga bakal bagaimana jadinya. Aku berpikir positif saja. Aku tulis surat yang isinya permohonan kebijaksanaan untuk pembebasan SPP beserta alasannya. Siang hari aku kembali menghadap staf tersebut. Aku pikir aku akan diperkenankan menyerahkan sendiri ke rektor, tapi ternyata aku harus mengagendakan dahulu di bagian tata usaha, lalu diserahkan ke staf rektor. Setelah di sana, aku malah di suruh pulang dan menunggu tindakan dan kebijakan rektor terhadap surat itu. Aku ddiminta datang lagi sore hari untuk menanyakan kelanjutan suratnya.
Sekita jam 3 sore aku kembali ke gedung rektorat. Aku menanyakan kelanjutan surat tersebut. Katanya surat sudah didisposisi dan di serahkan ke bagian tata usaha untuk kemudian ditindaklanjuti ke bagian Biro Akademik dan Administrasi Kemahasswaan. Setelah menanyakan surat di bagian TU, aku diminta menyerakan langsung ke bagian BAAK. Waktu itu sekitar jam 15:20, dan kantor tutup pada jam 4 sore. Tapi ketika aku masuk ke ruangan bagian BAAK, SEPI..!! tidak ada orang satu pun. Untung waktu itu aku bertemu salah satu pegawai, atas saran pegawai tersebut, surat itu disuruhnya diletakkan di meja.
Pada saat itu aku berpikir jika ada orang iseng mengambil surat saya dan menjadikannya bungkus kacang, maka selesai sudah urusan karena tidak ada yagn tanggungjawab. Karena waktu sudah sore hari, aku terpaksa harus kembali pada hari senin untuk menanyakan kelanjutannya.
Pada hari senin, 1 Agustus 2011 aku kembali mendatangi rektorat. Sekitar jam 09:30 pagi saya mensatroni kantor rektorat yang megah. Masih lumayan sepi. Apa mungkin karena ini hari pertama puasa, jadi pegawai masuk siang atau bahkan mungkin libur. Ah, ga mungkin libur, pikirku.! Kalau aku punya sedikit niat iseng, bisa saja aku masuk salah satu ruangan yang sepi untuk mengambil berkas-berkas penting untuk aku buang. Pasti tidak ada yang curiga dan tidak ada yang tau, pikirku. Untungnya aku orang yang cukup baik hati dan ga suka iseng (kadang dikit2 iseng).
Langkahku langsung ku ayun ke salah satu ruangan di lantai 1 rektorat, tepatnya di sebelah selatan. Aku melongok ke dalam, hmmm...sepi juga. Hanya ada satu pegawai di ruangan itu yang sedang asik ngobrol dengan tamu. Tapi entah di dalam ruangan dalam yang tertutup, di ruangan itu ada orang atau tidak. Karena di ruangan itu ternyata ada beberapa ruangan lagi yang tertutup. Mungkin itu ruangan para kepala biro, karena di pintunya tertulis demikian.
Aku langsung mendatangi satu-satunya pegawai yang ada di situ dan mengutarakan maksudku. Kemudian dia berkata
"oh mau nyari surat ya mas. coba nanti tanya ke Bu Maya. Duduk dulu aaja mas", katanya disela-sela pembicaraannya dengan tamunya itu.
Ya sudah aku duduk dengan santai sambil melihat-lihat sekeliling ruangan itu. Tak lama kemudian ada ibu-ibu dengan pakaian yang menurutku kurang pantas jika ingin berkunjung ke kantor pemerintah. Ibu-ibu itu langsung masuk ke ruang yang bertuliskan Kepala Biro Akademik dan Administrasi Kemahasiswaan. Selang beberapa saat ibu itu keluar lagi. oh ternyata di dalam ruangan itu ada orang toh. Dan akhirnya aku tau kalau itu ruangan Bu Maya. Tidak lama kemudian seorang ibu-ibu pendek dan berkerudung dan mengenakan pakaian seragam keluar dari dalam ruangan itu dengan raut muka manyun dan kesal. Setelah aku nguping pembicaraan Bu Maya dengan beberapa pegawai yang sudah datang di situ, baru aku tau kalau Bu Maya tidak suka dengan kelakuan ibu-ibu yang barusan masuk ruangannya.
"aku iki kesel lho sama ibu yagn tadi. Bukannya aku ga mau menghormati, tapi ya kalau datang pake pakean yang sopan gitu lho. udah gitu tiap semester selalu datang dengan urusan yang sama. Minta kringanan SPP. Udah saya bilang dari dulu kenapa ga mengajukan keringanan atau pembebasan waktu dibuka pendaftaran", "udah gitu datangnya ga sopan lagi".
Tak lama kemudian ada petugas yagn mencoba mencarikan surat yang saya maksud. Setelah mencari ke sana ke mari, dia tidak menemukannya. Akhirnya saya disuruh langsung masuk ruangan dan menanyakan ke Bu Maya. Dan benar saja, ternyata surat saya masih ada di mejanya. Dengan tanpa menoleh ke arahku, bu maya menanyakan maksud kedatanganku. Ia langsung menduga bahwa aku mencari surat permohonan keringanan SPP. Dengan ngomel-ngomel yang ga jelas dan tidak terdengar oleh telingaku, dia menunjuk surat di atas mejanya.
"itu mas suratnya. Surat kaya gitu ya ga saya tanggapi ya. Gada lampiran apa-apa. kalo mau mengajukan keringanan ya harus ada lampiran SKTM, KK, slip gaji orang tua. kalau kaya gitu sih apa.."
"kenapa sih ga mengajukan pembebasan SPP waktu itu, yang resmi?. males saya ngurusnya yang kaya gitu. udah tau ga mampu, tapi ko kaya gitu" (dengan wajah ditekuk dan asik memandang layar komputer).
Baru saja aku mau memberi penjelasan, ia langsung "mengusir" aku ke luar ruangan.
"udah sana ke luar. Bawa tuh suratnya ke luar".
Dengan kecewa aku pun keluar. Ketika aku pamit pun ia tidak menoleh dan memberi jawaban apa-apa padaku. Bukan soal ditolak atau diterimanya surat permohonanku, tapi apakah harus dengan sambutan yang seperti itu? Kalau saja dia bersikap ramah layaknya pegawai bank, mungkin saya tidak akan kecewa dan sakit hati seperti ini.
Kadang aku berpikir bagaimana seandainya posisi dia ada di posisiku sekarang. Aku pun teringat ucapan dia dengan pegawainya tadi "bukannya aku ga menghormati, ga nerima baik-baik, tapi kalau datang yang sopan, pake pakean yang sopan lah."
Padahal aku datang dengan memakai baju kemeja batik, celana bahan, memakai sepatu. Cukup rapih kan? dan ketika aku datang dan masuk ruangannya pun aku berusaha sesopan dan seramah mungkin. Tapi apa sambutannya? adakah penjelasan yang jelas agar aku berbuat bagaimana? dan setelah ini harus bagaiman? TIDAK ADA.!!
Itu hanyalah sekeluit gambaran pelayanan birokrasi kita yang kacau. Tak heran kalau masyarakat sungkan jika harus berurusan dengan kantor-kantor pemerintah. Menjijikan sekali. Mana reformasi birokrasi? mana revitalisasi birokrasi? mana birokrasi berbasis pelayanan?? semuanya cuma bohong. Sebesar institusi universitas saja, yang di dalamnya paling tidak berpendidikan tinggi, tempat orang-orang yang mengaku pintar, tetapi sebegitu buruknya pelayanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar